Sejak PD-II, kita telah menciptakan dua cara bencana besar. Sejak era neoliberal, kita malah membunuh cara mengontrol bencana itu.
Open Source with Christopher Lydon, program mingguan tentang seni, ide, dan politik. Dengarkan keseluruhan wawancara di sini.
Oleh Christopher Lydon, 2 Juni 2017
Diterjemahkan tanpa izin oleh Nosa Normanda, dari thenation.com
Baca Part I
Noam Chomsky: Thatcher, secara tidak sadar, memparaphrase Marx, yang ketika mengutuk opresi yang terjadi di Prancis, mengatakan, “Represi telah membuat masyarakat menjadi sekarung kentang, berisi individu-individu, sekelompok massa tanpa bentuk yang tak mampu bertindak bersama.” Melihat masyarakat jadi kentang adalah kutukan buat Marx. Tapi buat Thatcher, itu jadi berkah–itulah neoliberalisme. Kita hancurkan atau rusak mekanisme pemerintahan dimana orang-orang setidaknya secara prinsip bisa berpartisipasi dalam masyarakat yang demokratis. Neoliberalisme melemahkan mereka, melemahkan perserikatan, dan bentuk-bentuk asosiasi lain, membuat orang jadi sekumpulan kentang sementara memindahkan pengambilan keputusan pada kuasa pribadi yang tak bertanggung jawab, dan berlindung dibalik jubah bernama “kebebasan.”

Nah, apa yang terjadi setelah itu? Masyarakat yang terhubung, terdidik, dan bergerak bersama demi menghadapi bencana dan menanggapinya adalah sebuah pemecahan terhadap ancaman perang nuklir dan kerusakan alam. Jaringan masyarakat itu dilemahkan, secara sadar. Maksud saya, dulu tahun 1970-an, kita mungkin sudah pernah bicara soal ini. Ada banyak diskusi elit lintas spektrum tentang bahayanya terlalu banyak demokrasi dan keinginan untuk memiliki demokrasi yang lebih “moderat”, supaya orang lebih pasif dan apatis, dan tidak terlalu sering mengganggu program kekuasaan, dan itulah yang dilakukan Neoliberal. Jadi, ketika kau membuat jaringan masyarakat lemah dan individualis, apa yang akan kau tuai? Badai yang sempurna.
CL: Apa yang semua orang tahu adalah hal-hal di headline, termasuk soal Brexit dan Donald Trump dan nasionalisme Hindu dan nasionalisme dimana-mana dan Le Pen; semua itu mulai memukul secara bersama dan menjadi fenomena dunia yang riil.
NC: itu sangat jelas, dan sudah terprediksi. Anda tidak tahu kapan, tapi ketika Anda menerapkan kebijakan sosioekonomis yang membuat kebuntuan atau kemunduran mayoritas dalam populasi, merusak demokrasi, menghilangakan pembuatan kebijakan dari tangan-tangan populer, Anda akan mendapatakan kemarahan, ketidakpuasan, dan ketakutan dalam segala macam bentuknya. Dan itulah fenomena yang sering salah disebut sebagai “populisme.”
CL: Saya tidak tahu pendapat Anda soal Pankaj Mishra, tapi saya suka buku dia Age of Anger (Zaman Amarah), dan ia memulai dengan sebuah surat tanpa nama ke sebuah koran dari seseorang yang bilang, “Kita harus mengakui bahwa kita tidak hanya takut tapi juga bingung. Dunia tiba-tiba sulit dimengerti dan diperbaiki, lebih parah dari teror bangsa Vandal di Roma dan Afrika Utara.”
NC: Yah, itu bukan salah sistem informasi tentunya. Karena informasi sebenarnya sangat mudah dimengerti, sangat jelas, dan sangat sederhana. Contohnya Amerika Serikat, yang pada kenyataannya menderita paling sedikit dari kebijakan neoliberal dibanding negara lain. Lihat tahun 2007, tahun penting sebelum krisis ekonomi.
Ekonomi macam apa yang waktu itu diagung-agungkan? Itu adalah ekonomi dimana upah, upah nyata dari pekerja-pekerja Amerika, lebih rendah daripada tahun 1979, ketika periode neoliberal dimulai. Secara historis, hal ini tidak teramalkan kecuali dalam keadaan trauma politik atau perang atau semacamnya. Inilah periode dimana upah riil tiba-tiba terjun bebas, di saat dimana segelintir orang jadi kaya. Ini juga periode dimana institusi-institusi baru berkembang, institusi-institusi finansial. Anda kembali ke tahun 50 atau 60-an, masa keemasan itu, bank-bank terhubung dengan ekonomi riil. Itulah fungsi bank yang sebenarnya. Waktu itu juga tidak ada benturan karena adanya peraturan-peraturan untuk Perjanjian Baru keuangan.
Mulai awal tahun 70-an, ada perubahan tajam. Pertama, insitusi-institusi finansial membeludak. Tahun 2007 mereka memiliki 40% keuntungan korporat. Lebih jauh lagi, institusi-institusi ini tidak berhubungan dengan ekonomi nyata.
Di Eropa, demokrasi dirusak secara langsung. Kebijakan ditempatkan di troika yang tidak dipilih secara demokratis: Komisi Eropa, yang tidak dipilih; IMF, tentu tidak dipilih; dan Bank Sentral Eropa. Mereka membuat kebijakan. Jadi orang sangat marah, orang kehilangan kendali terhadap hidupnya sendiri.
Kita baru saja melihat dua minggu lalu di pemilihan umum Perancis. Dua kandidat datang dari luar lembaga politik. Partai politik tengah telah roboh. Kita melihatnya juga di pemilu Amerika November lalu. Ada dua kandidat yang memobilisasi basis, salah satunya milyuner yang membenci kelembagaan, kandidat Republikan yang memenangkan nominasi–tapi lihatlah begitu ia berkuasa, kelembagaan lama-lah yang mengambil kendali semuanya. Anda bisa melawan Goldman Sachs pada masa kampanye, tapi Anda jugalah yang memastikan mereka mengendalikan ekonomi ketika Anda terpilih.
CL: Jadi pertanyaannya, di saat dimana orang-orang hampir siap…ketika mereka siap untuk bertindak dan menyadari bahwa permainan ini tak bekerja, sistem sosial ini, apakah kita punya kelebihan sebagai satu spesies untuk bertindak, untuk maju ke zona teka-teki itu lalu mengambil aksi?
NC: Saya pikir takdir spesies kita bergantung pada itu, karena, ingat, ini bukan hanya soal ketidaksetaraan, kebuntuan. Ini soal bencana parah. Kita telah membentuk badai sempurna. Badai itulah yang seharusnya ada di headline-headline berita setiap hari. Sejak Perang Dunia ke dua, kita menciptakan dua cara kehancuran. Sejak era neoliberal kita menghancurkan cara menanggulanginya. Itulah masalah kita, Itulah yang kita hadapi, dan jika masalah itu tidak bisa diselesaikan, habislah kita.
Bersambung ke Part III