Filsafat, Racauan

Siap-siap Indonesia Tamat

Beberapa bulan terakhir ini, khususnya menjelang dan setelah pemilihan umum presiden, politik Indonesia menjadi semakin tidak menarik untuk saya. Semakin mudah tertebak, pola oligarki tidak berubah, janji perubahan tidak ditepati, lanjutan pembangunan infrastruktur yang meminggirkan orang terus berlangsung, papua begitu-begitu saja, pelanggaran HAM terjadi tiap hari dan ditumpuk karena yang lama juga tidak pernah diselesaikan, kebakaran hutan lagi dan lagi, izin lahan keluar lagi dan lagi.

Lalu akhirnya mau nulis apa lagi soal politik? Bahan sudah habis diulang-ulang buzzer. Perjuangan toh seperti pekerjaan sehari-hari saja, dan mulai membosankan–padahal perjuangan saya toh cuma membuat berita yang akurat, video yang cukup imbang dan tidak memihak. Tetap saja jadi gemas dan tidak menarik untuk dibicarakan lagi. Apakah karena saya sudah jadi terlalu nyaman? Mungkin saja. Tapi ya bagi-bagi kue di elit politik ini kan biar pada diem tuh, jadi agenda pemerintah bisa jalan. Jadi muak aja sih.

Hari ini facebook saya menunjukkan satu postingan lama soal seorang mahasiswa tajir yang mau membayar saya tiga juta untuk membuat tugas kuliahnya. Saya sarankan pada dia untuk cari pisau yang tajam dan bunuh diri saja. Saran itu tak mungkin ia laksanakan, dan ia cuma akan cari orang lain yang mau membuat tugasnya dan membuatnya lulus. Ketika dewasa dia mungkin akan jadi anggota DPR, atau pejabat–orang pragmatis gini biasanya karirnya lulus. Dan fuck banget saya akan berhadapan dengan produk-produk hukum dan politik buatan dorang.

Jadi saya sedang berpikir untuk bikin rencana apokaliptik: apokaliptik dalam artian, bagaimana kalau semua sistem di Indonesia turn off–seperti lampu mati Jawa-Bali beberapa bulan silam. Saya jadi berencana untuk membeli diesel, membeli back pack kiamat, yang isinya persediaan makanan dan minuman, dan duit cash beberapa juta cuma buat dipake sementara sebelum semua collapse. Terus saya mau ambil kursus pramuka dan kemping lagi deh. Kabur ke gunung atau kemana gitu.

Serem banget masa depan bangsa ini. Camping di kolong jembatan layang Jokowi kayaknya asik juga, siapa tahu proyeknya mangkrak kan. Kayak jaman-jaman waktu sistem ngedrop dulu di jaman orba. Tapi ya nyambi kerja biasa, ngajar semau saya, dan bikin-bikin film deh. Sambil nyicil persediaan.

Photo by Heorhii Heorhiichuk on Pexels.com
Filsafat, Politik, Racauan

Pelukis Tanpa Kelingking

horses2

Kau dan aku adalah debu-debu semesta. Kita begitu kecil dan tak berarti, maka kurasa kita harus menerima kenyataan ini. Semua hal yang kita anggap penting hari ini, dari agama sampai cinta, cuma dongeng belaka. Tenang saja, bahkan ketika kiamat datang, cuma kita yang mati, semesta jalan terus dan akhirat cuma ada di buku-buku dan artefak yang kita tinggalkan.

Baca lebih lanjut