Memoir, Racauan

Etos kerja warisan orang tua

Saya tumbuh dalam keluarga yang penuh dengan cerita perjuangan. Papa saya, seorang perantauan dari Kalimantan, mengejar pendidikan D3 di Jakarta dengan keterbatasan finansial. Beliau bergantung pada bantuan keluarga dan bekerja serabutan untuk mencukupi kebutuhan kami. Di sisi lain, ibu saya lahir dalam keluarga yang cukup mapan (walau juga penuh perjuangan, namun golongannya sudah priyayi sejak awal), dengan latar belakang pendidikan tinggi dan kesempatan yang lebih terbuka di pulau jawa. Meski berbeda jauh dalam hal latar belakang, keduanya menunjukkan tekad yang sama untuk sukses.

Papa pernah jualan prangko, untung Rp 15 per perangko

Papa saya menempuh berbagai pekerjaan, dari menjadi supir angkot gelap, hingga membuka usaha logistik kecil-kecilan sendiri, tanpa pernah mencapai tingkat kesuksesan finansial seperti ibu saya. Sementara itu, ibu saya adalah seorang pekerja keras yang memiliki kecerdasan intelektual dan pergaulan yang luas. Dari menjadi wartawan hingga memiliki perusahaan iklan dan agensi, ibu saya selalu menunjukkan dedikasi yang luar biasa terhadap pekerjaannya.

Melalui pengalaman orang tua saya, saya menyadari bahwa keberhasilan dalam pekerjaan bukanlah sekadar tentang uang. Pekerjaan adalah tentang relevansi dan dampak positif yang dapat kita berikan kepada orang lain. Uang hanyalah alat untuk memenuhi kebutuhan hidup, bukanlah tujuan akhir. Dari contoh yang mereka berikan, saya belajar untuk tidak terjebak dalam ego dan untuk selalu bekerja dengan integritas.

Saya beruntung dapat melihat dua sisi dari koin ini. Dari satu sisi, keluarga ayah saya mewakili kelas menengah bawah, sementara keluarga ibu saya mewakili kelas menengah atas. Saya, berada di tengah-tengah, jadi punya tujuan bukan untuk kaya, tetapi menjadi manusia yang berharga dan relevan, dalam apapun bentuknya.

Saya jadi menetapkan tujuan untuk menjalani kehidupan yang berarti. Saya tidak ingin hanya mencari uang dalam pekerjaan saya, tetapi juga ingin memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat dan dunia. Pekerjaan saya harus sejalan dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang saya anut. Saya percaya bahwa dengan tekad dan kerja keras, saya dapat mencapai tujuan tersebut.

Foto terakhir dengan Papa

Dunia terus berubah dan kompetitif, dan jadi pekerja keras adalah kunci untuk jadi pantas, decent. Punya kerja, punya peran, seberapapun hasilnya, membuat kepantasan itu. Kalau sampai kaya, itu bonus yang kudu segera disebar-sebar buat bikin orang-orang punya kerja. Ditumpuk jadi penyakit nanti.


Terima kasih telah membaca sampai habis. Website ini jalan dengan sumbangan, iklannya tak menghasilkan, dengan lisensi Creative Commons, Atribution, Non commercial. Kamu boleh pakai konten ini selama memberikan link sumber dan bukan untuk tujuan komersial. Kalau kamu suka dengan yang kamu baca, silahkan traktir saya kopi murah.

Eksistensialisme, English, Filsafat, Memoir, Musik, Puisi, Racauan

Fatter, Sickier

Too productive
Keep poor
No drinking because poor and gout
Never exercise anywhere
Getting on quarrel with your associate employee contemporaries
At tense
Eating bad (more instant noodle dinners and saturated fats)
Non patient, bad driver
A wrecked car (no kids or family)
Sleeping hard (bad dreams or not sleeping at all)
Always paranoia
Missing my former animal (I don’t have time to visit him in my ex wife’s house)
Avoid old friends (fuck chitchat about shit)
Will forgetfully check credit at (moral) bank (hole in the wall)
Favours for nothing
Broke but in love
Too much Charity for dip-shits
On Sundays get more depressed
(Suicidal or self harm thoughts putting boiling water on my hands while cooking noodle)
Never wash the car (not even on Sundays)
Always afraid of the dark or midday shadows
Always so ridiculously teenage and desperate
Always so childish
At a worst pace
Slower but not better
No chance of escape
Not self-employed
Concerned (but powerless)
An empowered and informed member of society (idealism is dead)
Often cry in public
Get illness at every chance
Tyres that might blow up anytime (thus no baby)
A bad memory
Avoid good films, don’t want to activate trauma
Still kisses when possible
Often empty and frantic
Like a dog
Beat by a stick
That’s distributed into
Cheap restaurant on the bus terminal (the ability to scream with every blood clot)
Anxious
Fatter, sickier and too productive
A man
In a room
Avoiding medication.

English, Memoir, Racauan

Work as an Art

All this talk about AI and automation worries many people about their lives and relevancy. But I think the most worrisome thing is when they are replaced by machines who can do what they do. For hard labor, it has been a concern for centuries, but artists never really think that creativity can be replaced. Stories and visual arts were not to worry that they might lose their jobs, until today, when AI and machine learning can do better than the average human.

Photo by Dan Cristian Pu0103dureu021b on Pexels.com

Well, it is scary when you lose your professional work, wealth, and your source of income. Skills that you have acquired by investing in education and portfolios for many years could be just gone. But I think, people ought to find their relevance with other people and face challenges to be more creative than the machine. We are, after all, perfect with our imperfections. Unlike machines we can get bored, we can break the rules, and we can make something out of the box, as long as we realize what the box is and where it is.

In a world where AI and automation are becoming increasingly prevalent, it’s crucial for individuals to adapt and embrace the changes rather than succumb to fear and anxiety. While it may seem daunting to imagine being replaced by machines, there’s still a unique and irreplaceable aspect of humanity that sets us apart.

As artists, writers, creators, and thinkers, we possess a profound capacity for imagination and emotion that machines cannot replicate. Our ability to express nuanced feelings, tell captivating stories, and convey the depth of human experience is what gives art its soul. No matter how advanced technology becomes, it will always lack the essence of true human expression.

Moreover, it is important to note that AI and machine learning are tools that have the potential to enhance and amplify our creativity, rather than diminish it. With the right blend of human intuition and technological assistance, we can push the boundaries of what is possible and embark on new artistic endeavors that were previously beyond reach.

Ultimately, our worth and relevance as artists are not solely determined by our technical skills or current job market demands. It is our unique perspectives, emotions, and ability to connect with others on a deep and meaningful level that make us indispensable in this rapidly evolving world.

Writing is not just about expressing myself, but also a way to organize my thoughts and emotions. While AI can assist with some aspects of writing, I believe in the power of human creativity and the joy of expressing myself through words. So I will keep on writing, and building connections with my readers.

AI can never replace human experience and human needs to make art. And art will always find a way to be more creative than ever, always opening new doors and possibilities.

xxx

Thanks for reading. This website is run by donations. If you enjoy what you read, please consider treating me to a cup of coffee. Click the button below, and hopefully, you are in a region where it is accessible.

Memoir, Racauan

Menghentikan Para Impostor

Maaf, saya telah membuat banyak impostor. Saya mengajar orang, membantunya mewujudkan project atau mimpinya, tanpa sadar sebenarnya lebih banyak saya yang mengerjakan. Mereka yang saya bantu jadi memiliki karya yang bagus dan reputasi sebentar, tapi setelah itu tidak bisa dipertanggungjawabkan. Malah pada akhirnya mempermalukan saya dan institusinya.

Ini yang membuat saya saat ini lebih banyak melakukan pembiaran pada kesalahan atau kekacauan yang dilakukan oleh murid-murid saya. Pada akhirnya saya akan ambil alih projectnya kalau mereka patah dan menyerah saja, dengan berharap semoga karya itu masih bisa diselamatkan.

Tentu banyak kerugian dalam melakukan teknik pembiaran semacam ini. Uang keluar banyak, lelah luar biasa. Hidup bisa lebih gampang, lalu dibikin susah. Kenapa? Kadang ragu juga, apa saya benar-benar bisa. Tapi terus terang, lebih banyak berhasilnya daripada gagalnya. Saya rasa worth it. Iya nggak?