Filsafat, Racauan

AI untuk orang tolol

Di tengah gempuran teknologi yang terus dikultuskan, kita perlu mengatakan sesuatu yang tidak populer tapi mendesak: AI tidak akan menyelamatkan kamu jika kamu bodoh.

AI tidak akan membuatmu lebih pintar. Tidak akan menjamin hidupmu lebih mudah. Bahkan, di tangan yang salah, AI hanya mempercepat kebodohan.

Kita hidup di zaman ketika pertanyaan-pertanyaan besar digantikan dengan prompt template. Ketika keingintahuan dilumpuhkan oleh keyakinan bahwa semua jawaban bisa ditemukan dalam hitungan detik. Tapi apa gunanya jawaban jika manusia tidak tahu bagaimana cara bertanya?

AI hari ini bukan makhluk cerdas. Ia hanya refleksi—memantulkan cara berpikir manusia yang menggunakannya. Bila kamu membawa kebingungan, ia akan membesarkan kebingungan itu. Bila kamu membawa ide cemerlang, ia bisa menjadi alat pengganda yang ampuh.

Masalahnya, mayoritas orang tidak membawa apa-apa. Mereka berharap AI mengisi kekosongan berpikir, padahal kekosongan itulah yang membuat mereka mudah disesatkan.

Kita butuh membalik cara berpikir: AI tidak membuatmu pintar. Tapi orang pintar bisa membuat AI jadi berguna.

Kita dibesarkan untuk mencari jawaban yang “benar”, bukan untuk menyusun pertanyaan yang berarti. Maka tak heran, ketika diberi alat sekuat AI, kita malah menggunakannya untuk hal-hal paling banal: “Gimana cara jadi sukses?” atau “Bikinin caption galau.”

Kecerdasan sejati bukan tentang memiliki jawaban paling cepat, tapi tahu kapan harus bertanya, dan kepada siapa.

AI bukan siapa-siapa. Ia hanya apa.

Dan apa tidak bisa menggantikan siapa yang berpikir.

Kita terlalu sering menganggap teknologi sebagai shortcut. Padahal tidak semua jalan pintas membawa kita ke tujuan. Beberapa justru mengantar ke jurang.

AI bisa mempercepat proses berpikir—tapi hanya kalau kamu sudah tahu ke mana hendak pergi.

Kecerdasan bukan soal hafalan. Ia soal kesiapan untuk bingung.

AI tidak bisa bingung. Maka ia juga tidak bisa menemukan hal baru.


Ini seruan untuk mereka yang masih mau bertanya, masih mau belajar, masih mau berpikir sebelum percaya:

Gunakan AI, tapi jangan jadi budaknya. Gunakan AI untuk menstrukturkan pikiranmu, bukan menggantikannya. Gunakan AI untuk kolaborasi, bukan substitusi.

Orang pintar tanpa AI masih bisa menciptakan perubahan. Tapi orang tolol dengan AI hanya akan mempercepat kekacauan.

AI tidak akan menyelamatkanmu. Tapi kecerdasanmu — jika terus diasah, dikritik, dan dipertanyakan — bisa menyelamatkan dunia.


Pertanyaannya sekarang:

Kapan terakhir kali kamu benar-benar berpikir?