Politik, Racauan

Yang Muda dan Tak Berdaya

Pemilu 2024, para politisi dan capres akan didominasi dua macam orang. Pertama, orang tua yang banyak jaringan dan kaya raya. Kedua, anak-anak politikus lama yang orang tuanya banyak jaringan dan kaya raya. Inilah buruknya sistem oligarki kita. Apa kabar reformasi?

Jokowi hadir sebagai harapan, karena ia tidak berasal dari elit politik, dan tidak berhubungan langsung dengan para oligarki. Karir politiknya pun seperti naik tangga, dari walikota, gubernur lalu presiden. Ketika terpilih dulu, Jokowi sangat terlihat belum siap, dan lebih kelihatan seperti calon “tertuduh” dari PDIP karena populis, bukan calon yang matang secara politik. Saat itu semua calon yang matang sudah busuk.

Namun toh, setelah dua periode, anaknya menjadi walikota dan sim salabim, keluarganya menjadi elit politik. Lagu lama. Mirip presiden pertama yang anaknya jadi presiden keempat. Sementara presiden kedua, bikin komplek rumahnya jadi terkenal, seperti presiden ke lima. Presiden ke lima anaknya mencalonkan diri menjadi presiden ke tujuh. Presiden ke enam, anaknya walikota dan mungkin akan jadi presiden ke…10 atau 11.

Indonesia cukup maju soal pemerintahan sipil, sejak 25 tahun yang lalu. Kita tidak ada kudeta militer lagi, Alhamdulillah. Sementara Thailand masih ada, Myanmar jelas banget junta. Kita mirip Filipina yang presidennya sekarang adalah anak presiden sebelumnya. Di Thailand, pemilu kemarin hampir memenangkan kembali trah Shinawatra sebagai perdana menteri sipil. Untungnya yang menang bukan militer atau elit lama, tapi seorang duda keren berumur 42 bernama Pita Limjaroenrat. Si Duren adalah pengusaha yang kuliah di Harvard dan MIT. Bahasa Inggrisnya wasweswos. Tapi dia agak nyolot, karena mau ngubah undang-undang penistaan raja, yang mirip UU penistaan kepala negara atau UU ITE di sini. Kita lihat aja apa dia akan dikudeta atau nggak.

Di Indonesia, yang cukup saya harapkan Jadi presiden adalah Nadiem Makarim karena dia pinter banget dan berani ngubah sistem gila-gilaan, masih keturunan Arab tapi nggak bawa-bawa nenek moyang kayak mantan gubernur Jakarta itu. Tapi nampaknya, dia belum niat jadi presiden atau masuk parpol atau mengajukan jadi calon independen. Mungkin karena dia bukan duren seperi mas Pita. Maaf OOT.

Anyway, menyedihkan amat capres-capres kalo nggak tua, anak elitis, atau orang populis yang cuma mau mecah suara partai doang buat bikin koalisi. Kita masih kalah jauh sama Finlandia, yang perdana menterinya, Sanna Marin yang waktu diangkat jadi PM umurnya baru 34. Keluarganya bukan elit politik, bapaknya alkoholik, dan cerai sama ibunya yang akhirnya jadi lesbian. Dia tinggal sama ibunya dan istrinya, jadi anak di keluarga homoseksual. Mirip Soekarno yang bikin partai umur 21, Sanna masuk partai sosial demokrat waktu masih kuliah.

Di Indonesia, partai-partai juga mulai pengkaderan di sekolah dan kampus-kampus. Bahkan ada partai tertentu yang pake dalil agama nganu yang konon menyuruh kadernya kawin muda untuk jadi pemimpin rumah tangga dulu sebelum jadi pemimpin di dalam partai. Ini partai ketuanya koruptor dan om poligami dengan anak SMA belasan tahun, dan salah satu kadernya dulu suka dagang perempuan dari kampus yang di plangnya ditulis “beragama”.

Kader muda partai-partai ini disuruh berkarir jadi caleg kacung sampe tua, dan baru diharapkan jadi pemimpin kalau umurnya sudah tua-tua. Nggak diendorse anak-anak mudanya kecuali jadi caleg aja. Kalau anak-anak mudanya mau diendorse, dia kudu jadi anak siapa dulu pembesar pantai. Tokai lah.

Akhirnya anak-anak muda bikin partai sendiri, salah satunya Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Partai ini habis-habisan di kritik Panji Pragiwaksonono karena kelakuannya udah kayak partai orang tua-tua: ngandalin popularitas buat nyari calek atau capres. Cara mainnya sama aja, dan nggak berhasil bikin kebanyakan anak muda kita tertarik politik. Salah satu pendirinya, Tsamara Amany Alatas, sempet saya bayangkan seperti Sanna Marin. Ngomong jago, pendidikan hebat, intelektual. Dia nikah sama salah satu antropolog favorit saya, Ismail Fajri Alatas, badai banget nih laki bini. Dia hengkang dari PSI buat jadi aktivis perempuan. Umurnya baru 26 sih, masih ada 10 tahun lagi sampe dia bisa jadi presiden Indonesia. Baguslah sekarang dia mundur dulu dari politik praktis. Semangat mbaknya! Semoga jadi presiden perempuan termuda di dunia mengalahkan Sanna Marin!

Kembali ke krisis kepemimpinan, kita dihadapkan sama capres-capres yang… Lulagi lulagi. Oligarki lagi, oligarki lagi. Terus kayaknya saya bakal golput lagi golput lagi–kecuali kalo ada capres yang frontal ngomong mau bantu kebudayaan dan film, okelah saya coblos nanti.

Well, kita lihat aja.