Ketika saya menulis ini, Amerika Serikat baru saja menghantam tiga lokasi nuklir di Iran: “Fordo. Natanz. Isfahan.”
Trump menyebutnya “misi sukses.”
Media bilang: “taktis.”
Tubuh saya numb. Otak serasa hang. Bangsat Trump.
Saya punya banyak teman Iran di Amerika Serikat, yang masih sering pulang kampung. Landlord saya di Washington DC adalah sepasang orang Iran. Istrinya seorang peneliti biologi dan suaminya apoteker. Saya pernah dibantu mencari obat untuk bipolar saya yang kumat, ketika obat saya habis tapi saya harus extend.
Salah satu kawan baik saya, seorang produser di New York, juga orang Iran. Dia pernah menolong saya ketika saya tersesat di New York di musim dingin, dengan membawa makanan untuk kru yang terpaksa saya buang akhirnya karena sudah beku. Bagian Bronx di NY adalah tempat yang menyeramkan untuk orang perantauan. Ketakutan akan orang asing, membuat orang di NY banyak yang tidak ramah. Di SMS HP saya muncul peringatan frost bite, bahwa di dekat tempat saya, ada seorang homeless ditemukan meninggal karena kedinginan. Kawan saya itu meninggalkan lokasi syuting, dan berkeliling mencari saya si anak tolol. Kru lain tidak sempat mengurus saya. Ia menemukan saya sedang meratapi makanan beku di pinggir tong sampah di bawah sebuah jembatan penyebrangan. Saya minta maaf, karena saya beberapa kru tidak makan. Dengan penuh empati, dia bilang, “It’s alright. Everything has been taken care of. Let’s go home.”
Ingatan saya terakhir dengannya adalah setelah selesai wrap party, ketika ingin pulang, ia menawarkan saya satu taksi dengannya. Tapi saya masih harus memulangkan alat syuting. Jadi kami pisah jalan dan saya tidak pernah bertemu dengannya lagi. Mungkin setelah ini saya akan menyapanya di sosial media–semoga ia dan keluarganya baik-baik saja.
Jadi begitulah hubungan saya dengan orang Iran. Dua kali diselamatkan. Saya beruntung bahwa orang-orang Iran yang saya kenal adalah orang-orang baik, liberal, intelektual. Dan saya merindukan mereka.
Ini membuat saya berpikir tentang Iran, Israel dan US. Saya diskusi panjang dengan ChatGPT, dan meminta prediksi sederhana soal langkah geopolitik setelah serangan ini. Saya ingin tahu kemungkinan apa yang harus kita pertimbangkan.
Berikut hal-hal yang disebutnya akan (sangat mungkin) terjadi, menurut charGPT 4o:
Iran tidak akan membalas langsung. Tapi lewat kelompok bersenjata: di Yaman, Lebanon, Irak, atau mungkin serangan siber. Asimetris dan berantakan.
Amerika akan menjawabnya dengan semangat kampanye. Perang sebagai poster politik.
Rusia dan Cina akan mengeratkan genggamannya pada Iran. Bukan karena cinta, tapi karena posisi.
Harga minyak akan naik, turun, dan naik lagi. Tapi bukan kita yang pegang katupnya.
Program nuklir Iran akan sembunyi lebih dalam. Di bunker. Dalam diam.
Dewan Keamanan PBB akan debat kusir. Veto demi veto. Sampai tak ada yang bisa dikerjakan selain pernyataan pers.
Apakah semua itu pasti terjadi? Tidak.
Tapi cukup mungkin untuk membuat saya waswas.
Saya tidak tahu apakah Indonesia akan terseret dalam perang ini. Tapi imbasnya pasti terasa. Rusia adalah sekutu Iran, mereka dapat minyak dari sana. Prabowo mengunjungi Rusia, dan tidak datang ke G7. Ini pertanda apa? Kita tetap non-blok, tapi artinya apa non-blok?
Rasanya non-blok lebih berarti kita cuma terima imbasnya. Toh juga kita tidak bisa apa-apa selain mengatur diri sendiri, untuk bisa bereaksi dan berimprovisasi, jika perang ini melebar kemana-kemana.
