Keterasingan dan kesepian adalah titik tolak evolusi kemanusiaan. Dari seekor binatang yang hidup sesuai insting, menjadi seekor makhluk yang mulai merasakan keinginan.
Penderitaan di dalam pikiran atas harapan yang tak tergapai menciptakan kesepian. Ketidaksadaran atau ketidakmengertian atas hasrat diri menciptakan keterasingan.
Dari kesepian dan keterasingan, ada sebuah kebingungan yang hanya bisa diakhiri dengan mati, gila atau mencipta. Mati. Gila. Atau mencipta.
Maka untuk bertahan hidup, seperti fisik yang perlu makan, hasrat yang abstrak pun harus dipenuhi. Bedanya, ketika perut bisa kenyang, hasrat abstrak tidak pernah kenyang.
Dan dalam keadaan lapar pikiran inilah kita hidup. Kita memberikan ia makan agama, filsafat, ilmu pengetahuan. Semua hanya cukup untuk sebentar saja. Sampai ketika kita punya sebuah kepercayaan bahwa kita lengkap–tujuan sudah jelas dan kehidupan akan menjadi kecintaan untuk sebuah pekerjaan sia-sia.
Ketika harapan itu kita bunuh, kita akan putus asa. Dan dalam keputusasaan itulah, hidup baru bisa benar-benar dihargai. Karena satu-satunya obat untuk keputusasaan itu adalah mati.