Beberapa bulan yang lalu, untuk menyambut ‘hari teman’ (friends day), facebook membuat fitur video. Isinya adalah foto-foto dan kenangan-kenangan dengan teman-teman dekat di Facebook. Mereka dengan detil mengukur statistik dan data yang menghitung waktu pertemanan, banyaknya hubungan, intensitas hubungan itu, dan saya yakin juga banyak pembicaraan pribadi soal itu.
Saya cukup kaget melihat hasil video friends facebook (yang akhirnya tidak saya posting). Artificial Intelligence yang mereka buat semakin hari semakin canggih membaca saya. Sebagai pengguna aktif bertahun-tahun, saya mulai merasa diintai dan ditelanjangi. Apalagi, di timeline suka muncul foto-foto atau status lama yang awalnya berantakan tanpa makna, tapi lama kelamaan juga mengenali saya lebih daripada saya mengenali diri sendiri: tiba-tiba beberapa pengingat ini rekat dengan kejadian yang saya obrolkan dengan orang lain di dalam messenger. Messenger saya tidak aman!
Begitupun soal iklan di bagian samping kanan. Awalnya tidak ada maknanya sama sekali kecuali sebagai iklan. Tapi semakin lama, saya tahu mereka mengikuti trend searching saya di google dengan lebih akurat. Dulu mereka cuma ikut trend saya secara harian, sekarang mereka sudah punya database saya bertahun-tahun dan tahu selera saya yang awalnya saya pikir berubah-ubah.
Ini artinya cuma satu: Facebook tidak hanya punya data-data yang saya berikan, mereka juga punya data-data yang TIDAK saya berikan, yang mereka dapatkan melalui mesin analisis dan rekaman-rekaman lain yang mereka sembunyikan. Facebook memang sudah terkenal tidak transparan soal bagaimana mereka mengolah data-data penggunanya. Mereka pura-pura bego dengan membuat slide foto di video friends day jadi agak-agak tidak nyambung supaya bisa kita edit.
Ini mulai mengganggu. Saya tidak masalah jika data-data yang saya masukan ke dalam facebook dijual untuk korporasi iklan samping. Saya juga tidak masalah mereka tahu siapa saja orang yang saya stalk. Saya memakai facebook dengan pengetahuan bahwa facebook mengintai saya juga. Itu bukan masalah. Saya toh masih bisa mendownload data-data saya di facebook. Dan tiap tahun mereka membuat laporan transparansi tentang siapa saja yang meminta data mereka.
Tapi apa yang saya takutkan sekarang bukan cuma data saya yang mereka punya. Saya takut akan kemampuan analisis engine-nya atas data saya tersebut. Daya interpretasinya sudah keterlaluan, dan melebihi apa yang sudah saya berikan pada mereka. Dengan kemampuan interpretasi tersebut, mereka bisa mengorek hal-hal yang saya tidak masukan ke dalam facebook. Mereka mengintervensi dunia nyata saya.
Saya tidak punya rahasia, tapi dunia pribadi saya bukan urusan siapa-siapa kecuali saya sendiri. Saya ingin punya kebebasan membaginya dengan siapa, termasuk dengan facebook. Ada yang saya ingin bagi dengan dia, ada yang saya tak ingin bagi. Tapi kelakuan Facebook seperti curhat pada seorang kawan yang tiba-tiba menyewa detektif untuk kepo lebih jauh mengurusi urusan saya.
Lalu di timeline, kawan-kawan yang bersebrangan dengan saya secara politis juga mulai banyak jadi baik. Awalnya saya heran, apa mereka berubah. Saya cek page mereka, dan ya, mereka tetap posting hoax, atau postingan-postingan yang paling sering saya troll. Saya masih bisa melihatnya kalau tidak saya cari–artinya ini cuma satu: berdasarkan logaritma saya dan kawan-kawan, facebook mulai menyensor apa yang ada di timeline saya. Asu.
Saya sebenarnya tidak keberatan kalau ada ilmuan yang mendata saya dengan psychotechnology atau pendekatan psikologi-sosial yang lain untuk mendata perilaku saya–toh saya telah membaca banyak skripsi dan tesis soal itu. yang saya keberatan, ilmuan-ilmuan ini juga menggunakan data yang telah dibuat dibuat privat oleh pengguna Facebook. Analisa data yang private berdasarkan interpretasi logaritma yang kita bisa lihat di video-video, iklan, bahkan status kawan-kawan di timeline sungguh mengkhawatirkan.
Lalu setelah kemenangan Trump dan kasus Facebook yang membocorkan data pengguna Amerika pada Rusia–yang berakhir pada persidangan Mark Zuckerberg, dan penjualan data pengguna pada korporate seperti Apple dan Huawei, saya semakin yakin untuk membatasi penggunaan facebook, kecuali untuk kerja.
Saya banyak bekerja menggunakan platform page mereka–saya mengurus beberapa akun facebook komunitas, kantor, dan band sendiri. Karena itu saya mengurangi penggunaan facebook untuk keperluan pribadi. Namun kehati-hatian ini sebenarnya tak guna-guna amat, secara mereka toh sudah punya lengkap logaritma saya. Dan dengan membuat setiap konten dan terhubung dengan sebanyak-banyaknya orang, saya memberikan mereka uang banyak. Saya menyuapi facebook teman-teman saya, ia benar-benar makan teman. Ini pekerjaan yang mirip bayar untuk sekolah–yang mana di sekolah, saya kerja jadi murid. Tokai.