Filsafat, Politik, Racauan

Radikal Bahas Radikal

Dari semua agama di dunia, ada satu agama yang hari ini paling ditakuti sama banyak orang termasuk penganutnya sendiri. Ini agama parah banget parnonya, dikit-dikit harus dibela, orang radikalnya galak-galak, rumah ibadah agama lain ditutup atau dilarang-larang dibikin, simbol agama lain dirusak, gak boleh dibikin bahkan yang menyerupai di jalan, kuburan yang beda agama ga boleh disatuin sama kuburan orang seagamanya, kalo demo teriak-teriak bakar, bunuh, ekstrim banget, terus kalo milih pemimpin harus yang seagama dengan dia bodo amat sama track record atau apapun, agama itu adalah agamaaa….

Kristen di Amerika! Buddha di Myanmar! Dan di Indonesia…, Wota. Bisa sampe ga mandi dan cuci tangan setahun setelah event handshake kan ya. Itu dulu sebelom pandemi. Sekarang agak kangen gue sama Wota. Eniwei, tulisan ini mau bahas soal radikalisme agama.

Kita bahas dulu dah dua poin, pertama radikalisme, kedua agama. Radikalisme itu ga buruk atau baik. Kita butuh radikalisme dalam banyak konteks yang urgen. Soal lingkungan, atau soal gender misalnya. Dan semua yang radikal pastinya punya aktivisnya sendiri-sendiri. Radikal berarti berkoar banyak, kekeuh, keras, dan seringkali maksa. Ini paham hadir karena perasaan terpojok, urgen, kepepet, mangkanya dirasa harus dilakukan.

Tindakan-tindakannya bisa dari demo keras-keras rame-rame, sampe tindakan vandal. Kayak Greenpeace bawa lumpur dari lapindo ke kantor Bakrie terus dilempar aje ke situ. Masalah dari gerakan ini adalah, mereka seringkali, demi media massa dan berita, melakukan pertunjukkan yang merugikan orang kecil. Emang dipikir siapa yang berbenah ngepel kantor Bakrie yang dilempar lumpur? Yang jelas bukan mamang rahang itu. OB yang kena megap-megap ngepel capek. Mending kalo ditambahin lembur, boro-boro.

Feminis radikal juga ngerasa kepepet dengan urgensi kayak UU PKS misalnya. Terus ya mereka bikin kampanye-kampanye, diskusi-diskusi, konser dll. Efek buruknya sih menurut gue ya: bias kelas. Coba lo ajak pembokatlo nonton punk cewek-cewek underground, kek mereka ngerti bae. Plus suka ada masalah sama radikal yang laen, radikal agama konservatif.

Tapi kita mah nggak ya, negara kita maju. Toleran! Progresif! Nggak ada yang make-make agama buat pilpres, nggak ada. Kerjanya baik terus membangun kan, infrastruktur bagus-bagus. Jalanan tingkat-tingkat, MRT, LRT, Pak RT, bu RT, semua lengkap lah ya. Nggak ada masalah!

HAM juga beres, semua cinta polisi dan tentara. Apalagi tentaranya doyan sama buku. Eh, kalian ga tau? Tentara kita paling demen sama buku, makanya dibakar-bakar. Nggak tau kan kalian, itu abunya dibawa pulang ke rumah, dicampur air terus diminum biar apal Das Kapital, Manifesto Komunis, dan Di Bawah Lentera Merah.

Ngaku siapa di sini yang waktu ujian nasional bakar buku pelajaran terus minum abunya? Hayo! Siapa di sini yang dateng subuh-subuh ke kelas buat ujian masuk PTN terus nyebar-nyebar tanah kuburan nenek moyang? Beneran tahu itu beneran bisa bikin lo tembus masuk UI. UI men! Kampus terbaik di Indonesia, kata anak UI. Itulah sebabnya waktu gue di UI, ada mahasiswa S3 yang percaya kalo Hitler itu Muslim dan missing link evolusi karena campur tangan alien. Eh serius! True story! Lo bisa tanya ke departemen antrop UI, lulus tuh orang S3!

Keren banget sih sebenernya radikalisme agama ini. Mereka suka banget pamer Tuhan siapa yang paling kuat.

Duh… agama, dari jaman Adam paling sering bikin ribut. Lagian Qabil ada-ada aja sih, ngapain nawarin buah-buahan ke Tuhan coba, dia pikir Tuhan itu Vegan? Kayak Habil dong mengorbankan daging kambing muda. Dari kapan tahu juga Tuhan sukanya dikasih daging. Kambing kek, anak sendiri kek kayak Ibrahim. Yang penting daging. Dari Dewi Hera jaman Herkules, dewa-dewa di Inca dan Maya, sampe Yahweh nya Yahudi yah mintanya daging. Dasar vegan-vegan ini! Mosok tuhan dipaksa jadi frutarian! Gila kalian, vegan! Atheis busuk kalian!

Kaum radikal ini… haduh kaum radikal ini. Gue sih bebas-bebas aja mereka mo radikal apa, cuman gue suka heran mereka suka bawa-bawa anak kalo demo. Ga demo agama, ga demo pilpres, ga demo feminis, ada aja bocah yang ikutan gitu. Ngakunya sih mengajarkan anak tentang agama dan ideologi sejak dini, tapi gue ga nemuin tuh bedanya antara aktivis yang bawa anak demo sama aktivis anti vaksin yang ga mau vaksin anaknya. Well, mungkin bedanya ada sih, kayak aktivis anti vaksin dari awal pilih kasih. Anjingnya divaksin, anaknya kagak. Lebih sayang sama anjing dan kucingnya mereka.

Agama itu, kayak kata pepatah lama, kayak dildo. Boleh dikasih tau ke orang-orang seberapa gedenya dildo lo, seberapa perkasanya vibratornya, tapi jangan dipamerin di muka umum dan jangan dicekokin ke bocah lah! Apalagi dibikin radikal! Sekarang agama kurang kepepet apa sih? Kurang penganut? kaga. Bakal bikin kiamat karena global warming? Kaga.

Agama seinget gue ada untuk membela, bukan buat dibela. Agama dulu bela kaum tertindas, membebaskan budak, membela perempuan jadi bayi perempuan ga dikubur hidup-hidup jaman jahiliah. Sekarang agama minta dibela. Terus mereka bela lingkungan kaga, bela perempuan kaga, bela capres? HOOOOO…. CAPRES! Jadi Pilih nomor 10 ya semuanya! DILDO!

***

Maaf ya kalau ada salah kata, semoga saya tidak kamu kategorikan sebagai Penista. Kalau kamu suka dengan tulisan ini dan mau website ini tetap jalan, boleh traktir saya kopi melalui tombol di bawah ini atau scan gopay code saya. Website ini hanya jalan lewat sumbangan, dan kontenya selalu gratis, karena saya maunya inklusif. Thanks.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.