Memoir, Racauan

Bertahan Hidup

Mati jadi biasa ya, kawan? Nggak ada waktu untuk berkabung. Karena bertubi-tubi kematian datang, tak sempat kita menarik nafas dan mendorong air mata.

Menangis cuma sebentar, habis itu kita lanjut karena kita pun jarang bisa melihat pemakaman. Semua terlalu sibuk dengan bertahan hidup. Panceklik semua.

Kehilangan sahabat dan saudara jadi biasa. Siapa sangka hari ini kita mengalaminya, dengan kemajuan teknologi dan kesehatan, masalah komunikasi, politik, menghambat jalur data dan aksi nyata. Lalu harus bagaimana?

Saya menolak pasrah. Saya buat konsolidasi dan gerakan lokal patron-pasien. Total sudah 40 orang lebih terbantu. Saya sendiri juga terbantu, karena makna hidup saya jadi terbangun dan terjaga. Gerakan ini masih jalan terus karena virus bermutasi terus. Sementara pemerintah lebih sibuk buka tambang membangun infrastruktur, kita sibuk cari uang, ada varian baru yang mengintai dan beberapa dari kita harus tetap waspada.

Untuk itu saya ucapkan banyak terima kasih kepada sahabat dan handai taulan sekalian. Terima kasih karena telah menjadi orang baik, yang menolak diam. Terima kasih karena kalian bertahan dan maju terus untuk menghadapi kenyataan pahit ini bersama-sama. Langkah kecil kita diikuti banyak orang, dan juga diderivasi menjadi pemecahan untuk banyak masalah lain yang membuntuti pandemi ini selain isoman. Contohnya masalah kesehatan jiwa. Tapi itu untuk hari lain.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.