Kau pergi dan teror tak juga berhenti
padahal dulu tekadmu mengakhirinya
Kami tak pernah berniat untuk melawan
kami hanya ingin hidup tenang, tersembunyi
Kau yang nyalakan api bilang, “Kita terteror!
mulut dibungkam, hak dirampas, dan diam
adalah dosa!”
Kau bilang.
Lalu kau maju menantang teror
Lalu mereka bilang kau meneror
Mereka punya muka sepuluh rupa
gada sebesar gala bernama negara
menggodam seluruh nusantara
hingga tak mampu bersuara
bahkan melepas lara
Dan kau masih maju meneror
tanpa bom, tanpa senjata, tanpa apa
hanya dengan kata dan bahasa
terormu tajam mereka rasa
Tapi itu dahulu ketika kau belum berlalu
waktu semua masih punya waktu
untuk diam dalam pilu
pikiran setajam sembilu
Hari ini mereka bawa nama Tuhan,
atau sekedar pura-pura gila
demi surga atau kuasa
mengerjai si putus asa
Dan itulah teror hari ini
sementara kau jadi pahlawan
yang hilang, katanya tidak dilupakan
tapi tak banyak yang meneruskan
Karena pilu membuatmu seperti sembilu
sekali tajam, sudah itu berlalu
Sementara dogma membuat mereka seperti hama
berani kalau ramai, bubar dipestisida
Kau kami ingat, mereka kami lupa
kelupaan lebih mengerikan
Karena kau hilang sendirian
mereka hilang menghilangkan
Teror hari ini lebih mencekam
semenjak kau ditelan malam.
NYC, Januari 2015