Saya baru selesai membaca sebuah buku semi autobiografi seorang filsuf kontemporer. Di dalam buku itu ada kalimat, “Jika ada orang miskin atau anak yang kelaparan di pinggir jalan, itu bukan pekerjaan Tuhan atau setan. Itu adalah masalah etika dan moral manusia.”
Dan keresahan besar saya adalah masalah ascribed status saya–bahwasannya saya lahir di kelas menengah dan saya tak mungkin mati kelaparan selama ada di lingkaran sosial saya. Waktu umur 20an awal, saya pernah memberontak: backpacking dengan uang seadanya, bahkan tidur di halte bus di pinggir jalan. Menjadi semacam kaum stoik: lapar dan terus membaca saja. Dan menghindari tanggung jawab kelas menengah untuk berfungsi secara sosial dengna status sosial saya.
Sekarang saya sudah terima takdir itu–lulus kuliah, kuliah lagi, kerja, menikah. Tapi keresahan itu toh tetap menghantui. Seakan-akan setiap suapan makanan/minuman enak, setiap uang yang terbuang adalah dosa. Kadang ketika berpikir soal kelas, saya jadi sulit bersyukur dan menjadi sinis.
Sepertinya masih ada keinginan untuk suatu hari mati di pinggir jalan. Dalam sekarat dan kesepian yang amat sangat, cuma untuk membayar dosa karena ‘mengada.’