Banyak kenalan saya yang nggak bisa BAB di kamar mandi lain selain kamar mandinya. Tidak bisa tidur selain di kamarnya. Bahkan yang kasihan, tidak bisa tidur atau istirahat di rumahnya sendiri. Mungkin karena masih tinggal dengan keluarga yang sudah terlalu lama, atau hidup dengan banyak kekhawatiran. Pada akhirnya, banyak kawan saya hidup tidak layak–jika kelayakan adalah sebuah kenyamanan dan keamanan hidup. Kasihan sekali.

Kamu perlu jadi kreatif untuk membuat safe space kamu dan mencari waktu yang tepat untuk berada di sana. Jika kamu lihat kamarmu sendiri, apakah cukup nyaman buat kamu? Kalau kamarmu berantakan, enak? Kalo enak lanjutkan. Tapi let say kamu merasa hidupmu berantakan, kamu bisa mulai dari kamarmu sendiri untuk membereskan hidupmu. Kamu tata kamarmu sendiri menjadi tempat yng kamu inginkan. Dan setelah beres-beres, dan istirahat sebentar, kami bisa mandi, coli, atau ngapain kek di kamar mandi untuk membuat diri lo jadi keren sebisa kamu. Masalahnya, kamu bisa lebih sulit untuk membuat penampilan yang nyaman buat diri kamu sendiri, daripada beresin kamar.

Ketika ngaca, banyak dari kita yang menyerah duluan melihat diri kita yang gemuk, kurus, jerawatan, dan tidak ‘sempurna’. Kamu harus berpikir ulang lagi, dan bertanya, darimana kamu mendapatkan standar kesempurnaan itu? Apakah perbandingan yang kamu pakai realistis? Atau jangan-jangan kamu dikerjai media? Cara untuk lebih bahagia adalah mencari referensi yang mendekati dirimu, bukan sebaliknya. Jangan ikuti idolamu yang tidak seperti kamu. Cari standard yang mendekatimu, misalnya saya melihat Jim Morrison ketika ia gemuk dan bahagia untuk menjadi model saya setelah gemuk begini. Tapi habis itu, ketika sudah tahu standardbya, saya cari lagi yang sedikit berbeda untuk saya kejar. Misalnya, Orson Welles muda, salah satu aktor/sutradara jenius favorit saya.

Dengan referensi dan perbandingan yang cocok, orang bisa menerima dirinya sendiri, dan mulai bertransformasi perlahan-lahan, untuk menjadi lebih baik lagi. Dengan kepercayaan diri itu, kita bisa mulai memperluas zona nyaman kita, yaitu sebuah zona dimana lingkungan kita bisa menerima kita apa adanya.
Untuk membuat zona nyaman lebih luas, kita bisa mulai dari orang terdekat dan lama-kelamaan teman- teman dan jaringan sosial kita. Caranya bagaimana untuk memperngaruhi mereka dalam menerima kita? Belajarlah komunikasi verbal dan visual untuk menjelaskan konsep identitas diri kita yang relevan. Ambil model idola yang tadi saya sebut di atas.

Kalau idola kita itu saja bisa diterima orang banyak, kita pun bisa. Saya, misalnya, penderita penyakit mental yang sudah didiagnosa dengan bipolar 1. Selama bertahun-tahun saya minum obat, dan berusaha untuk jadi fungsional. Sampai akhirnya ketika pandemi semakin parah, saya berhenti minum obat. Tapi ternyata dunia saya sudah berubah dalam 2-3 tahun ini. Kawan dan saudara sudah menerima kondisi saya, dan sedapat mungkin tidak ambil hati ketika saya kumat. Saya bisa bertahan karena membaca banyak referensi dan terapi bipolar, membaca perjuangan orang-orang dengan penyakit ini, lalu terus berusaha untuk memberikan disclaimer soal kondisi saya kepada keluarga, teman dan kolega.
Pada akhirnya saya merasa nyaman bukan hanya di kamar, tapi juga di kantor dan di tongkrongan. Nyaman di antara orang-orang yang mengerti atau berusaha mengerti saya. Dan dalam ruang-ruang ini saya merasa saya bisa tumbuh dan berkarya. Bersama kawan-kawan dekat.
The End.
PS. Terima kasih telah membaca sampai habis, Kalau suka tulisan ini, boleh lah traktir saya kopi dengan menekan tombol ini: