MalesBelajar, Racauan

Menghadapi Rasa Bersalah

Disclaimer: Ini adalah teks yang dibuat oleh ChatGPT dari perusahaan OpenAI berdasarkan percakapan publik di grup diskusi MalesBelajar yang diinisiasi oleh MondiBlanc Film Workshop. ChatGPT digunakan sebagai asisten copywriting, untuk mencatat sejarah diskusi-diskusi penting di antara anggota komunitas MalesBelajar.

Guilt atau rasa bersalah merupakan topik yang menarik untuk dibahas. Diskusi ini dimulai oleh Nosa Normanda dari komunitas Males Belajar di MondiBlanc. Ada anggapan bahwa rasa bersalah semakin memburuk seiring bertambahnya usia seseorang. Namun, mungkin hal ini tergantung pada banyak faktor seperti jumlah pilihan hidup yang tersedia di usia yang lebih tua. Beberapa orang berpendapat bahwa otak kita menjadi kurang plastis seiring bertambahnya usia, sehingga semakin sulit untuk mengatasi perasaan bersalah.

Namun, ada pula pendapat yang berbeda. Beberapa anggota komunitas mengatakan bahwa mereka merasa lebih baik di usia yang lebih tua. Mereka berhasil mengoptimalkan potensi yang dimilikinya dan tidak lagi terjebak dalam rasa penyesalan.

Perasaan bersalah dan penyesalan memang dapat menghantui seseorang, terutama ketika mereka merasa semakin terbatas dalam mencapai tujuan hidup mereka di usia yang lebih tua. Namun, jika seseorang mampu menerima keputusan dan tindakan yang diambil di masa lalu, maka mereka dapat menghindari perasaan bersalah yang berlebihan.

Namun, terkadang hal ini lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Beberapa orang mungkin merasa terbebani dengan penyesalan di masa lalu dan merasa kesulitan untuk mengubahnya di masa depan. Ada juga anggota komunitas yang mengungkapkan bahwa orang tua mereka mengalami kesulitan dalam menghadapi perasaan penyesalan di masa tua mereka.

Namun, ada juga cara untuk mengatasi perasaan bersalah, yaitu dengan berpikir positif dan berfokus pada solusi di masa depan. Jika seseorang merasa terbebani dengan keputusan di masa lalu, mereka dapat mencoba memikirkan kemungkinan hasil yang berbeda jika mereka memilih jalur yang berbeda. Namun, yang terpenting adalah menerima keputusan yang telah diambil dan berfokus pada masa depan yang lebih baik.

Dalam diskusi ini, terdapat berbagai pendapat mengenai perasaan bersalah dan penyesalan di masa tua. Namun, yang terpenting adalah bagaimana seseorang dapat menghadapinya dengan positif dan berfokus pada solusi di masa depan.

***

Website ini non profit dan jalan dengan sumbangan untuk membiayai hosting dan servernya. Jika kalian suka dengan tulisan di website ini, silahkan traktir kopi buat admin/manager/kurator di website ini dengan mengklik tombol di bawah ini:

Racauan

Baru Lulus Kuliah, Masih Goblok, eh Pengen Kerja

Susah emang kalo baru lulus, pengalaman belom banyak, mau cari kerja. CV dimulai darimana coba? Rasanya belom ngapa-ngapain selama kuliah.

Ini pemikiran yang salah. Salahnya ada di bagaimana kamu mendefinisikan “kerja”. Sebelum nulis CV, ada baiknya kamu mengubah pola pikirmu dulu soal “kerja.”

Kerja, menurut KBBI adalah:

  1. n kegiatan melakukan sesuatu; yang dilakukan (diperbuat): –nya makan dan minum saja
  2. n sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah; mata pencaharian: selama lima tahun –nya berdagang

Mungkin selama kuliah atau sekolah, kamu masih minta orang tua. Atau kerjaan-kerjaanmu tidak bisa dihitung profesional: jualan nasi uduk, atau jualan kriya buatan sendiri, atau bikin musik sendiri, jual merch sendiri. Hasilnya belum seberapa karena itu kamu merasa ga pantes masukin itu di CV.

Apalagi golongan kupu-kupu (kuliah-pulang, kuliah-pulang), yang nol banget soft skillnya, jarang gaul, bikin event bareng, lively grade but deadly social life, pasti pusing taro apa di CV-nya. IP cumlaude tuh ga guna-guna amat kalo temen aja kamu nggak punya.

A photo of an asian male college student flying with butterfly wings on top of the crowded college canteen.
A photo of an asian male college student flying with butterfly wings on top of the crowded college canteen.

Tapi apapun yang kamu lakukan, malas-malasan atau rajin-rajinan, kamu ya kerja. Hasil malas-malasan selalu ada. Banyak temen gue yang film buff, pintee ngemeng film, kerjanya ya males-malesan nonton film. Banyak juga yang hasilnya jago ngegame karena males-malesannya main game.

Sebelom nulis CV, bagusnya tahu dulu sih, kamu itu udah ngerjain apa aja. Let’s take the worst case. IP pas-pasan, gaul nggak, kerjaan cuma introverting aja di kamar, stalking cewek/cowok yang kamu ga kenal-kenal amat, main game, nonton drama korea sampe setengah gila. Baca buku dan ngerjain tugas seadanya aja biar lulus. Bayangin orang kayak gitu 4 tahun gitu-gitu aja, mau nulis apa di CV-nya?

Yang pertama harus dimulai bukan gue mau kerja apa, tapi gue bisa kerja apa. Mau ngelamar ke mana, jangan dimulai dari cita-cita atau suruhan orang tua atau idola. Tanya dulu, gue bisa apa, dan apa yang lu bisa, akan ketahuan kalo lo tahu penderitaanlo, bukan kenikmatanlo. Ini bukan soal apa yang lo suka tapi apa yang lo bisa. Kalo lo bergaul dan kuliah, apalagi kalo pernah ikut organisasi dan bikin acara kampus, skill-skill kayak gitu pasti ada.

Kudu jujur dan jangan sok bisa padahal kaga bisa. Nanti yang repot semua orang. Kalo lo merasa nggak ada keunikan, nggak punya skill yang bisa lo banggain, mungkin belom saatnya lo kerja. Lo kudu lebih banyak gaul dan bikin-bikin project sama temen. Atau lo kerja sama orang yang mau bimbing lo untuk tahu apa yang lo bisa dan syukur-syukur lo suka.

Nah, pas nulis CV, lo harus mikir bahwa ini bener-bener baru mulai. Jangan sampe harapan lo sendiri atau harapan orang lain bikin lo pusing. Ini hiduplo, pilihanlo, dan mimpi-mimpilo bisa bikin semua berantakan kalo itu mimpi-mimpi ngggak jelas banget. Cari yang jelas-jelas dulu sambil ambil waktu buat mimpi nggak jelas. Wujudkan mimpi-mimpi pelan-pelan aja dari yang kecil-kecil,

Intinya, nulis CV sebagai fresh graduate pasti keok sih. Kaga bakal bagus-bagus amat. Tapi yang penting jujur reflektif, dan kasih skill lo apa adanya. Pede dengan apa yang ada aja. Lo ga bakal dapat kerjaan yang lo suka di awal-awal, karena kalo sampe dapet, kasihan amat hiduplo bakal kurang petualangan. Tapi ya lo kudu mulai emang. Ganbatte.

***

Website ini jalan dengan sumbangan, Kalau kamu suka yang kamu baca, traktir yang nulis kopi ya dengan klik tombol di bawah ini.

Memoir, Racauan

Kerja adalah Hidup

“Tahu apa yang kau mau itu tidaklah normal”
—-Jack Ma

Permasalahan umum banyak orang adalah untuk tahu mau apa sebenarnya kita dalam hidup. Orang mencari makna besar hidupnya, dan biasanya yang termudah pemaknaan itu diberikan oleh struktur-struktur yang sudah ada dan jadi, seperti agama ataupun keluarga. Agama memberikan sebuah makna bahwa hidup harus digunakan sebaik-baiknya untuk dunia setelah mati. Sementara keluarga biasanya memberikan referensi-referensi pada seseorang untuk jadi seperti apa: keluarga PNS ingin anaknya jadi PNS, keluarga seniman ingin anaknya jadi seniman, keluarga polisi ingin anaknya jadi polisi (atau menikah dengan polisi), dan seterusnya. Dua jalur tadi, agama dan keluarga, menentukan jalur hidup kebanyakan orang. Karena kebanyakan orang tidak tahu maunya apa di dunia ini, maka pilihan yang sudah jelas adalah pilihan teraman, dengan koneksi dan doktrin sosial yang sudah jadi.

Dan menjadi tidak tahu, ikut arus, adalah normal. Yang tidak normal adalah tahu pasti mau jadi apa di usia yang sangat muda. Ini bisa jadi jenius, bisa juga jadi bodoh. Lalu bagaimana caranya mencari kerja, yang bukan sembarang kerja? Kerja yang kita suka yang membuat hidup kita cukup, syukur-syukur bisa kaya?

Pertama, yang terpenting singkirkan dulu definisi kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, walaupun sesungguhnya itu esensinya. Coba kita pikirkan kerja secara eksistensial, yang mendefinisikan diri kita. Ketika kita kenalan sama orang kita selalu bawa-bawa kerjaan thoh? Nosa, videographer; Nyoto, politisi komunis; Jonjin, Karyawan; Atun, artis; dll. Tapi coba lihat di kehidupan, apakah yang mendefinisikan hidupmu? Pekerjaanmu atau pola konsumsimu?

Kalau pekerjaanmu mendefinisikan hidupmu, kemungkinan kau sudah dapat apa yang kau mau. Pekerjaanmu bisa kau kontrol, dan kau suka dan kau jago melakukannya. Kau adalah seorang profesional. Tapi kalau kau bekerja untuk memenuhi pola konsumsi, belanja yang tak ada habisnya, hingga kau merasa lelah dan tak suka pekerjaanmu, itu masalah. Kontrol pola konsumsimu, menabung, lalu carilah pekerjaan lain.

Kedua, berhenti dengarkan orang lain tentang apa yang harusnya jadi pekerjaan idealmu, kau coba saja ikuti orang yang sedang menjalani pekerjaan idealnya. Kerjalah dibawah orang yang sedang berjuang dalam pekerjaan yang mendefinisikan hidupnya. Jalurmu nantinya tidak perlu sama seperti jalurnya, tapi kau akan tahu rasanya berjuang, apalagi kalau umurmu antara 20-30 tahun. Ini saatnya ikut-ikut orang hingga akhirnya kau sendiri yang menjadi pejuang.

Ketiga, dengarkan anak kecil penasaran di dalam jiwamu untuk mencoba-coba segala macam skill, pekerjaanmu adalah sebuah kerja yang panjang, menderita, melelahkan, tapi kau kuat melakukannya karena rasanya seperti bermain.  Kalau pekerjaan ini tidak menghasilkan uang, maka carilah pekerjaan lain yang menghasilkan uang, lebih mudah, dan memberikanmu waktu untuk melakukan perkerjaan kesukaanmu. Jadikan pekerjaan kesukaanmu tujuan hidupmu, cita-cita pensiunmu. Maka, kau akan bahagia—nggak sih bohong, nggak ada orang yang akan benar-benar bahagia seperti nggak ada yang akan benar-benar sedih juga. Intinya, kau jadi punya hiburan yang produktif di hidupmu.

Ini bukan tulisan how-to atau nasihat. Ini adalah sebuah catatan untuk diri saya sendiri karena saya sudah dan sedang melakukannya. Nanti saya akan berbagi hasilnya, tapi so far sih so good. Karena saya menemukan dalam hidup saya hari ini, bahwa satu-satunya yang bisa saya kendalikan adalah pekerjaan saya, melebihi kesehatan, keluarga, apalagi nyawa.

Tabik.