
Ratna tinggal di sebuah Mes di Cengkareng bersama dengan rekan-rekan seprofesinya. Setiap jam 4 sore, akan ada sebuah mobil kijang yang membawa Ratna dan 3 orang rekannya menuju ke Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, untuk mulai bekerja. Mereka bekerja di emperan jalan, menunggu orang-orang bermobil datang. Mereka memiliki beberapa penjaga yang menyamar menjadi tukang ojek—menyamar karena tukang ojek-tukang ojek ini tak bermaksud mengantar siapapun kecuali pelacur-pelacur yang dititipkan pada mereka—untuk mengawal perempuan-perempuan ini ke hotel langganan dan memastikan mereka baik-baik saja, aman dari sadisme pelanggan. Namun kadang-kadang, kekerasan bisa jadi sebuah kesempatan. Pelanggan yang agak kasar bisa diperas sekitar 100 ribu untuk satu luka memar.
Ratna menawarkan beberapa paket pelayanan dengan tarif yang jelas: oral seks 100 ribu, short time 250 ribu dan long time 500 ribu. Dari tarif ini Ratna dapat sekitar 25 %. Ini masih lebih mending karena Ratna pemain lama, temannya Ati yang baru ‘diimpor’ dari Indramayu hanya dapat 5% dari tarifnya—selain karena Ati pemain baru, ia juga tidak seseksi dan semahir Ratna. Ratna paham seks luar-dalam, serta berbagai macam teknik untuk membuat lelaki cepat ‘keluar’, dari berbagai macam teknik kocokan tangan, mulu, lidah dan pinggang sampai sedikit tusukan jari ke anus lelaki—yang membuat berapapun viagra yang ditelan si lelaki, kalau ia sudah bosan dia bisa membuat para lelaki ini ‘keluar’ secepatnya.
Malam itu, Ratna makan duren di pinggir jalan ditemani Sobar, tukang ojeknya. Sobar tahu Ratna suka duren dan sengaja membelikannya untuk perempuan itu. Seorang pelanggan datang dengan mobil BMW klasiknya. Dari kaca mobil yang terbuka perlahan, terlihat bapak-bapak berusia sekitar 40 tahun yang memanggil Ratna hanya dengan “Hey!”. Ketika Ratna menengok dengan mulut Ratna yang belepotan duren dan tangannya yang memegang biji duren si pelanggan tiba-tiba bilang tidak. Ratna lalu marah pada Sobar, “Elu sih nawarin gue duren sore-sore!”