Anthropology, Filsafat, Kurasi/Kritik, Politik, Racauan, Uncategorized

Noam Chomsky: Neoliberalisme Menghancurkan Demokrasi Kita (part III)

Sejak Perang Dunia ke dua, kita menciptakan dua cara kehancuran. Sejak era neoliberal kita menghancurkan cara menanggulanginya. Itulah masalah kita, Itulah yang kita hadapi, dan jika masalah itu tidak bisa diselesaikan, habislah kita.

Wawancara ini diambil dari Open Source with Christopher Lydon, program mingguan tentang seni, ide, dan politik. Dengarkan keseluruhan wawancara di sini. Lihat juga Part I dan Part II dari artikel ini.

Oleh Christopher Lydon, 2 Juni 2017
Diterjemahkan tanpa izin oleh Nosa Normanda, dari thenation.com

18622-the-ten-best-noam-chomsky-quotes-wallpaper-1600x12001

Christopher Lydon: Saya mau kembali ke Pankaj Mishra dan Zaman Amarah sebentar–

Noam Chomsky: Ini bukan Zaman Amarah. Ini adalah zaman kebencian (resentment) terhadap kebijakan sosioekonomis yang telah menyakiti mayoritas populasi selama satu generasi dan telah secara sadar dan prinsipiil merusak partisipasi demokrasi. Kenapa tidak boleh marah?

CL: Pankaj Mishra menyebutnya–sebuah kata Nietzschean–“ressentiment,” yang berarti semacam amarah meledak-ledak. Tapi dia bilang, “Inilah fitur di dunia dimana janji modern tentang kesetaraan bertabrakan dengan pemisahan yang massif dari kuasa, pendidikan, status dan–

NC: Yang memang didesain sedemikian rupa, yang memang sengaja dirancang seperti itu. Kembalilah ke tahun 1970-an. Melintasi spektrum, spektrum elit, ada keresahan yang dalam tentang aktivisme tahun 60-an. Itulah masa yang disebut “masa bermasalah.” Masa itu membuat negara jadi beradab, dan itu berbahaya. Apa yang terjadi adalah banyak bagian dari populasi–yang biasanya pasif, apatis, dan penurut–mencoba memasuki arena politik dengan satu dan lain cara untuk menuntut kepentingan dan kepeduliannya. Mereka disebut, “kepentingan khusus.” Artinya minortas, anak muda, orang tua, petani, pekerja perempuan. Dengan kata lain: populasi. Populasi adalah kepentingan khusus, dan tugas mereka [menurut kaum neoliberal] adalah hanya untuk memerhatikan dalam diam. Dan itu eksplisit.

Ada dua dokumen yang terbit di pertengahan tahun 70-an yang sangat-sangat penting. Dokumen tersebut hadir dari kedua ujung spektrum politik, sama-sama berpengaruh, dan dua-duanya berakhir di kesimpulan yang sama pula. Salah satu dari dokumen itu, dari perspektif kiri, diterbutkan oleh Komisi Trilateral–internasionalis liberal, tiga negara industri besar, kebanyakan di bawah administrasi presiden Carter. Ini dokumen yang lebih menarik [unduh pdf bahasa Inggris: The Crisis of Democracy, a Trilateral Commission report]. Penulis Amerika dari Harvard, Samuel Huntington, melihat ke belakang dengan nostalgia pada hari ketika, menurut dia, Truman bisa menjalankan negara dengan kerjasama abeberapa pengacara dan eksekutif Wallstreet saja. Waktu itu semua baik. Demokrasi sempurna.

Tapi di tahun 60-an mereka setuju itu jadi bermasalah karena kepentingan khusus tadi mencoba untuk masuk ke kancah politik, dan itu menyebabkan banyak tekanan dan negara tak bisa menanganinya.

CL: Saya ingat buku itu dengan baik.

NC: “Kita harus mengurangi demokrasi.”

CL: Tak hanya itu, Huntington juga membalik pernyataan Al Smith. Al Smith bilang, “Penyembuh demokrasi adalah lebih banyak demokrasi.” Tapi truman bilang, “Tidak, penyembuh demokrasi ini adalah kurangi demokrasi.”

NC: Itu bukan Huntington. Itu adalah kalimat lembaga liberal. Huntingten bicara untuk mereka. Ini adalah pandangan konsensus dari internasionalis liberal dan tiga demokrasi industrial. Mereka–dalam konsensusnya–mereka menyimpulkan bahwa masalah utamanya adalah, “tanggung jawab institusi adalah indoktrinasi anak muda.” Sekolah, universitas, gereja, mereka tidak kerja. Mereka tidak mendoktrin anak muda dengan benar. Anak muda, menurut mereka, harus dikembalikan menjadi pasif dan patuh, dan dengan itu, demokrasi akan baik-baik saja. Itu adalah sisi kirinya.

Lalu apa yang terjadi di kanan? Sebuah dokumen yang berpengaruh juga: Memorandum Powell [Download di sini], terbit di saat yang bersamaan.  Lewis Powell, seorang pengaca korporat, selanjutnya menjadi Mahkamah Agung AS, membuat sebuah momerandum rahasia untuk Kamar Dagang Amerika Serikat, yang pengaruhnya besar sekali. Ini kurang lebih menjadi sesuatu yang meluncurkan “gerakan konservatif” di masa modern. Retorikanya agak gila. Kita tidak perlu membahasnya secara dalam, tapi intinya mereka menanggap kelompok kiri [pemerintah AS] telah mengambil alih semuanya. Kita harus gunakan segala sumber daya yang kita punya untuk menghabisi amukan kaum kiri ini, yang telah merusak kebebasan dan demokrasi kita.

Ada sesuatu yang lain yang terhubung dengan ini. Sebagai hasil dari aktivisme tahun 1960-an dan militansi buruh, ada penurunan keuntungan. Ini tak dapat dierima. Jadi kita harus membalik kerugian ini, kita harus merusak partisipasi demokrasi, dengan apa? Neoliberalisme, yang hasilnya adalah seperti yang kita lihat hari ini.

Akhir artikel.

Dengarkan keseluruhan wawancara di sini.

Anthropology, Filsafat, Kurasi/Kritik, Politik, Racauan

Noam Chomsky: Neoliberalisme Menghancurkan Demokrasi Kita (part II)

Sejak PD-II, kita telah menciptakan dua cara bencana besar. Sejak era neoliberal, kita malah membunuh cara mengontrol bencana itu.

Wawancara ini diambil dari Open Source with Christopher Lydon, program mingguan tentang seni, ide, dan politik. Dengarkan keseluruhan wawancara di sini.

Oleh Christopher Lydon, 2 Juni 2017
Diterjemahkan tanpa izin oleh Nosa Normanda, dari thenation.com

Baca Part I

Noam Chomsky: Thatcher, secara tidak sadar, memparaphrase Marx, yang ketika mengutuk opresi yang terjadi di Prancis, mengatakan, “Represi telah membuat masyarakat menjadi sekarung kentang, berisi individu-individu, sekelompok massa tanpa bentuk yang tak mampu bertindak bersama.” Melihat masyarakat jadi kentang adalah kutukan buat Marx. Tapi buat Thatcher, itu jadi berkah–itulah neoliberalisme. Kita hancurkan atau rusak mekanisme pemerintahan dimana orang-orang setidaknya secara prinsip bisa berpartisipasi  dalam masyarakat yang demokratis. Neoliberalisme melemahkan mereka, melemahkan perserikatan, dan bentuk-bentuk asosiasi lain, membuat orang jadi sekumpulan kentang sementara memindahkan pengambilan keputusan pada kuasa pribadi yang tak bertanggung jawab, dan berlindung dibalik jubah bernama “kebebasan.”

Margaret Thatcher
Mirror.co.uk

Nah, apa yang terjadi setelah itu? Masyarakat yang terhubung, terdidik, dan bergerak bersama demi menghadapi bencana dan menanggapinya adalah sebuah pemecahan terhadap ancaman perang nuklir dan kerusakan alam. Jaringan masyarakat itu dilemahkan, secara sadar. Maksud saya, dulu tahun 1970-an, kita mungkin sudah pernah bicara soal ini. Ada banyak diskusi elit lintas spektrum tentang bahayanya terlalu banyak demokrasi dan keinginan untuk memiliki demokrasi yang lebih “moderat”, supaya orang lebih pasif dan apatis, dan tidak terlalu sering mengganggu program kekuasaan, dan itulah yang dilakukan Neoliberal. Jadi, ketika kau membuat jaringan masyarakat lemah dan individualis, apa yang akan kau tuai? Badai yang sempurna.

CL: Apa yang semua orang tahu adalah hal-hal di headline, termasuk soal Brexit dan Donald Trump dan nasionalisme Hindu dan nasionalisme dimana-mana dan Le Pen; semua itu mulai memukul secara bersama dan menjadi fenomena dunia yang riil.

NC: itu sangat jelas, dan sudah terprediksi. Anda tidak tahu kapan, tapi ketika Anda menerapkan kebijakan sosioekonomis yang membuat kebuntuan atau kemunduran mayoritas dalam populasi, merusak demokrasi, menghilangakan pembuatan kebijakan dari tangan-tangan populer, Anda akan mendapatakan kemarahan, ketidakpuasan, dan ketakutan dalam segala macam bentuknya. Dan itulah fenomena yang sering salah disebut sebagai “populisme.”

170203133005-intv-amanpour-pankaj-mishra-age-of-anger-00000609-super-169

CL: Saya tidak tahu pendapat Anda soal Pankaj Mishra, tapi saya suka buku dia Age of Anger (Zaman Amarah), dan ia memulai dengan sebuah surat tanpa nama ke sebuah koran dari seseorang yang bilang, “Kita harus mengakui bahwa kita tidak hanya takut tapi juga bingung. Dunia tiba-tiba sulit dimengerti dan diperbaiki, lebih parah dari teror bangsa Vandal di Roma dan Afrika Utara.”

NC: Yah, itu bukan salah sistem informasi tentunya. Karena informasi sebenarnya sangat mudah dimengerti, sangat jelas, dan sangat sederhana. Contohnya Amerika Serikat, yang pada kenyataannya menderita paling sedikit dari kebijakan neoliberal dibanding negara lain. Lihat tahun 2007, tahun penting sebelum krisis ekonomi.

Ekonomi macam apa yang waktu itu diagung-agungkan? Itu adalah ekonomi dimana upah, upah nyata dari pekerja-pekerja Amerika, lebih rendah daripada tahun 1979, ketika periode neoliberal dimulai. Secara historis, hal ini tidak teramalkan kecuali dalam keadaan trauma politik atau perang atau semacamnya. Inilah periode dimana upah riil tiba-tiba terjun bebas, di saat dimana segelintir orang jadi kaya. Ini juga periode dimana institusi-institusi baru berkembang, institusi-institusi finansial. Anda kembali ke tahun 50 atau 60-an, masa keemasan itu, bank-bank terhubung dengan ekonomi riil. Itulah fungsi bank yang sebenarnya. Waktu itu juga tidak ada benturan karena adanya peraturan-peraturan untuk Perjanjian Baru keuangan.

Mulai awal tahun 70-an, ada perubahan tajam. Pertama, insitusi-institusi finansial membeludak. Tahun 2007 mereka memiliki 40% keuntungan korporat. Lebih jauh lagi, institusi-institusi ini tidak berhubungan dengan ekonomi nyata.

Di Eropa, demokrasi dirusak secara langsung. Kebijakan ditempatkan di troika yang tidak dipilih secara demokratis: Komisi Eropa, yang tidak dipilih; IMF, tentu tidak dipilih; dan Bank Sentral Eropa. Mereka membuat kebijakan. Jadi orang sangat marah, orang kehilangan kendali terhadap hidupnya sendiri.

Kita baru saja melihat dua minggu lalu di pemilihan umum Perancis. Dua kandidat datang dari luar lembaga politik. Partai politik tengah telah roboh. Kita melihatnya juga di pemilu Amerika November lalu. Ada dua kandidat yang memobilisasi basis, salah satunya milyuner yang membenci kelembagaan, kandidat Republikan yang memenangkan nominasi–tapi lihatlah begitu ia berkuasa, kelembagaan lama-lah yang mengambil kendali semuanya. Anda bisa melawan Goldman Sachs pada masa kampanye, tapi Anda jugalah yang memastikan mereka mengendalikan ekonomi ketika Anda terpilih.

CL: Jadi pertanyaannya, di saat dimana orang-orang hampir siap…ketika mereka siap untuk bertindak dan menyadari bahwa permainan ini tak bekerja, sistem sosial ini, apakah kita punya kelebihan sebagai satu spesies untuk bertindak, untuk maju ke zona teka-teki itu lalu mengambil aksi?

NC: Saya pikir takdir spesies kita bergantung pada itu, karena, ingat, ini bukan hanya soal ketidaksetaraan, kebuntuan. Ini soal bencana parah. Kita telah membentuk badai sempurna. Badai itulah yang seharusnya ada di headline-headline berita setiap hari. Sejak Perang Dunia ke dua, kita menciptakan dua cara kehancuran. Sejak era neoliberal kita menghancurkan cara menanggulanginya. Itulah masalah kita, Itulah yang kita hadapi, dan jika masalah itu tidak bisa diselesaikan, habislah kita.

 

Bersambung ke Part III

Anthropology, Filsafat, Kurasi/Kritik, Politik, Racauan

Noam Chomsky: Neoliberalisme Menghancurkan Demokrasi Kita (Part I)

Bagaimana Elit Politik dari kedua sisi spektrum politik telah merusak persamaan sosial, politik, dan lingkungan kita.

Wawancara ini diambil dari Open Source with Christopher Lydon, program mingguan tentang seni, ide, dan politik. Dengarkan keseluruhan wawancara di sini.

Oleh Christopher Lydon, 2 Juni 2017
Diterjemahkan tanpa izin oleh Nosa Normanda, dari thenation.com

 

Selama 50 tahun, Noam Chomsky telah menjadi Socrates-nya Amerika, mewabahi publik dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyengat. Ia bicara tidak kepada penduduk Athena, tapi kepada desa-desa global yang menderita, dan sekarang, sepertinya, dalam bahaya.

Dunia bermasalah hari ini masih mengetuk pintu Noam Chomsky, karena ia sudah lama memperingatkan akan datangnya angin topan. Dunia tidak tahu apa yang harus dilakukan, ketika Chomsky memperingatkan mereka bahwa bencana sedang mereka buat. Ingatlah ketika Chomsky membantai argumen William F. Buckley Jr., pembawa acara TV terkenal di Amerika, soal perang Vietnam di tahun 1969.

Ada hal aneh soal Noam Chomsky: The New York Times menyebutnya “bisa jadi” pemikir publik terpenting hari ini, walau koran itu jarang mengutipnya, atau berdebat dengannya, apalagi bintang-bintang media populer di televisi jaringan. Namun Chomsky tetap mendunia dan dirujuk di usianya yang ke 89 ini: ia adalah ilmuan yang mengajarkan kita untuk berpikir soal bahasa manusia sebagai sesuatu yang terpatri secara biologis, dan bukan akuisisi sosial; ia adalah humanis yang berdemo melawan Perang Vietnam dan memproyeksikan sisi lain kekuatan Amerika, awalnya atas dasar moral dan lama kelamaan untuk pertimbangan praktis. Ia menjadi rock star di kampus-kampus, di Amerika atau di luar negeri, dan ia menjadi semacam Bintang Utara untuk generasi pasca Occupy Wallstreet yang menolak kekalahan Bernie Sanders. 

Sayangnya, Chomsky tetap terasing di dunia dimana kebijakan dibuat. Tapi di markasnya, di Massachusetts Institute of Technology (MIT), ia tetap seorang profesor tua yang terkenal, yang dengan mudah dihubungi, menjawab email, dan menerima pengunjung seperti kami dengan ramah.

Minggu lalu, kami mengunjungi Chomksy dengan sebuah misi pikiran terbuka: Kami mencari pendapat yang tidak umum tentang sejarah terbaru kita, dari seseorang yang terkenal jujur. Kami bersurel-surelan padanya, dan bilang kami ingin tahu bagaimana ia berpikir, bukan apa yang ia pikirkan. Ia membalas surel kami dengan bilang ia bekerja keras dan membuka pikirannya, dan menerapkan, dalam kata-katanya sendiri, “Kemauan gaya Socrates untuk mempertanyakan apakah doktrin konvensional yang diterapkan cukup adil.”

Christopher Lydon: Kami hanya ingin Anda menjelaskan, sedang dimana peradaban kita hari ini–

Noam Chomsky: Gampang itu.

CL: [Tertawa]—Ketika banyak orang ada di tepian sesuatu, sesuatu yang bersejarah. Adakah ringkasan Anda mengenai semua ini?

NC: Ringkasan singkat?

CL: Ya.

NC: Ringkasan singkat saya pikir bisa dimulai ketika kita melihat sejarah baru-baru ini di Perang Dunia Ke-II, sesuatu yang mengagumkan telah terjadi. Pertama, kecerdasan manusia menciptakan dua palu godam raksasa yang dapat menghancurkan keberadaan kita–atau paling tidak keberadan kita yang terstruktur ini—keduanya berasal dari PD II. Salah satunya cukup mudah dikenali. Bahkan keduanya hari ini mudah dikenali. PD II berakhir dengan penggunaan senjata nuklir. Langsung jelas pada tanggal 6 Agustus, 1945, hari yang sangat saya ingat. Jelas bahwa teknologi akan berkembang ke titik dimana ia akan menjadi bencana mutakhir. Para Ilmuan sudah pasti mengerti ini.

 

Tahun 1947, Bulletin of Atomic Scientists meresmikan Jam Kiamatnya yang terkenal. [Jam kiamat adalah sebuah jam simbolik yang maju mundur menuju kiamat, kiamat adalah tengah malam. Ia meramalkan setiap kemungkinan bencana global dari nuklir, perang antar agama, hingga pemanasan global; sifatnya fluktuatif]. Kamu tahu, seberapa dekat jarum menitnya ke tengah malam? Dan itu dimulai tujuh menit sebelum tengah malam. Tahun 1953, ia dua menit ke tengah malam [menjelang perang nuklir]. Itu adalah tahun dimana Amerika Serikat dan Uni Soviet meledakan bom-bom hidrogen mereka. Tapi kini kita mengerti bahwa di akhr PD II dunia juga memasuki kisah epik geologis yang baru. Epik itu dinamakan Anthropocene, kisah dimana manusia menjadi sebuah perusak atau bencana terhadap lingkungan. Maju lagi ke tahun 2015, lagi di tahun 2016. Langsung setelah pemilihan Trump di akhir Januari tahun ini, jam nya bergerak lagi ke dua setengah menit ke tengah malam, ini yang terdekat sejak tahun ’53.

Jadi ada dua ancaman eksistensial yang kita ciptakan–yang satu kemungkinan perang nuklir menyapu kita semua; dan satu lagi bencana lingkungan hidup, menciptakan akibat parah–lalu ada lagi ancaman lain muncul.

Ancaman ketiga terjadi. Dimulai sekitar tahun 70an, kecerdasan manusia didedikasikan sepenuhnya untuk memusnahkan, atau melemahkan, halangan utama yang bisa menangani dua bencana sebelumnya. Mereka menambah masalah dengan menciptakan neoliberalisme. Ada transisi pada saat itu dari periode yang banyak orang sebut “kapitalisme ter-regimen,” di tahun 50 dan 60-an, periode pertumbuhan besar, pertumbuhan egalitarian, banyak kemajuan di keadilan sosial dan sebagainya–

CL: Sosial Demokrasi…

NC: Ya, sosial demokrasi. Itu juga kadang disebut, “masa keemasan kapitalisme modern.” Itulah yang mengubah tahun 70-an dengan cara pikir era neoliberal yang sampai sekarang kita hidupi. Dan jika Anda tanya diri sendiri, era apakah ini, prinsip utamanya adalah era dimana terjadi pengrusakan mekanisme solidaritas sosial dan dukungan sesama dan keterlibatan populer dalam menentukan kebijakan.

Tapi era ini tidak pernah menyebut dirinya demikian. Apa yang hari ini disebut “kebebasan,” arti sebenarnya adalah manut pada kuasa yang terpusat, tak bertanggung jawab, dan swasta. Itulah arti sebenarnya. Intitusi pemerintahan [demokratis]–atau asosiasi-asosiasi lain yang memperbolehkan masyarakat terlibat dalam pembuatan kebijakan–secara sistematis dilemahkan. Margaret Thatcher mengatakannya dengan gamblang ketika bilang, “tidak ada masyarakat, yang ada hanya individu-individu.”

 

Bersambung ke part II.