Filsafat, Racauan

5 Cara Bunuh Diri Paling Etis: Sebuah Suicide Note

Orang bunuh diri ga ada yang etis, apalagi kalau dia punya peran banyak untuk banyak orang. Tapi etis adalah sebuah konsep yang terukur jadi bisa aja oxymoronic, kayak es paling panas atau api paling dingin, atau idiot paling pintar atau jenius paling goblok.

Terus seperti banyak penelitian sosiologi, orang bunuh diri itu lebih sering karena kesadaran sosial yang menimbulkan penyakit mental berupa depresi dan distorsi kognitif, dalam konteks spesifik. Misalnya, dia sadar dia jadi beban banyak orang, makanya mau mati. Dalam konteks lain seperti penyakit kronis hal ini tidak berlaku. Mati bunuh diri karena penyakit kronis jelas bisa dibenarkan. Tapi kalau hutang, patah hati, atau krisis eksistensial, itu jelas penyakit mental, bukan penyakit kronis. Orang berpenyakit mental sedapat mungkin dilarang bunuh diri karena itu bukan kesadaran asli mereka. Dalam bahasa filsuf eksistensial Jean Paul Sartre, kesadaran mereka “palsu,” dipengaruhi oleh ideological state apparatus, hormon, dan syaraf yang sengklek.

Umpamakan ada orang dengan kesadaran penuh, minim penyakit fisik atau mental, mau mati; kita pasti bertanya-tanya kenapa dia mau mati? Apa masalah hidupnya? Well, itu urusan dia dan pertanyaan itu urusan kita yang bisa bikin kita gentayangan setelah mati. Tapi mari kita umpamakan ada orang semacam itu, bagaimana cara ia bunuh diri biar etis? Biar kerusakan yang ia hasilkan nggak gede-gede amat? Ini lima cara paling masuk akal buat bunuh diri yang bisa kamu pake kalau kamu mau. Saya lagi pake cara ke lima, jadi tulisan ini bisa jadi surat bunuh diri saya. Sabar ya, bacanya.

1. Bunuh Emosimu

Kalau kamu banyak hutang, patah hati, dendam atau benci sama orang atau diri sendiri, masih punya perasaan jijik atau muak, baiknya kamu selesaikan dulu semua itu. Bunuh diri butuh keyakinan, dan kalau kamu nggak yakin, kamu bisa gagal mati, ragu-ragu. Bisa-bisa kamu kayak sapi kurban yang disembelih setengah-setengah, jadi masih lari-lari dengan kepala oglek-oglek dan darah muncrat ke baju baru bocah-bocah lebaran. Pastikan perasaan kamu sudah netral, kamu udah ga cinta atau benci sama dunia dan orang lain. Emosimu harus mati dulu. Jangan lanjut kalau belom.

2. Bunuh eksistensi sosialmu

Kata filsuf Kierkegaard, diri itu adalah relasi-relasi di dalam diri dan di luar diri, jadi kamu adalah pemalas kalau yang kamu bunuh cuma fisikmu aja. Bunuh semua diri kamu dong! Bunuh relasimu!

Kamu salah kalau sampai berpikir membunuh relasimu dengan orang lain artinya membuat orang lain benci padamu, atau kamu jadi bajingan dan dimusuhi masyarakat. Kebencian cuma akan memperkuat relasimu dengan orang lain, karena kamu bisa jadi terkenal ketika orang benci kamu. Kunci dari membunuh relasimu adalah, “menghilang secara sosial secara perlahan-lahan.” Caranya bagaimana?

Buat orang-orang percaya sama kamu, bahwa kamu akan baik-baik saja, dan mereka akan baik-baik saja tanpa kamu. Buat mereka biasa aja ketika kamu nggak ada, hingga ketika kamu bener-bener nggak ada, yah… Gak ada yang nyari kamu. Nggak ada yang sadar atau kaget, ketika kamu ga muncul-muncul. Intinya, semua orang yang kamu kenal ini harus jadi independen, kuat, berdigdaya, dan lebih keren dari kamu. Jadi, kalaupun ada pertanyaan kamu dimana, paling selalu ada yang jawab, “Dia mah orangnya begitu. ” Di situ eksistensi sosialmu hilang dan kamu nggak diomongin siapa-siapa.

3. Matilah dalam kesadaran penuh

Pilihan bebas itu perlu banyak syarat, salah satu syaratnya adalah konsensualitas, harus tahu implikasi dan sebab akibatnya. Jangan mabok terus mati, itu bukan bunuh diri, itu kecelakaan atau mati konyol. Pastikan kamu sober. Pastikan juga semua rasa terasa dan kamu ga mati rasa secara fisik dan mental. Karena kalau mati rasa, kamu tidak membunuh dirimu, kamu cuma membunuh mayat hidup saja. Curang itu.

4. Pastikan badanmu nyaman

Seperti terpidana mati yang bisa request macam-macam, pastikan makan kamu enak, minum enak, ML enak. Puas-puasin dirimu dengan keduniaan yang nggak bakal kamu dapet lagi kalau kamu mati. Hal-hal bahagia yang sederhana. Jalan-jalan, jalan sama anjing.

Lihat kembali di bucket list apa yang belum pernah kamu lakukan. Apa kamu terlalu jelek untuk punya pacar biar bisa selingkuh? Pilihanmu dua: bikin kamu jadi ganteng, atau cari orang-orang yang lebih jelek dari kamu untuk kamu pacari, dan yang lebih jelek lagi untuk kamu selingkuhi. Anyway, memang seks itu enak, tapi pernah nggak kamu nyimeng bareng temen dan musuh deket? Seks memang enak, tapi pernah nggak kamu makan kue tamblek mama saya? Nggak tahu kan kamu apa itu kue tamblek? Cobain dulu sebelom mati ya.

5. Cara mati paling lama dan menyakitkan

Metode ini saya temukan bersama sahabat saya Ervin Ruhlelana. Cara mati paling panjang dan sakit, dimana kita makan racun tiap hari, menghirup udara beracun, minum minuman beracun, ada di hubungan beracun, bahagia, patah hati, diulang terus menerus. Tragedi demi tragedi mengikis kita, menyiksa diri terus menerus dengan kesakitan dan kenikmatan. Cara mati paling sadis, lama, dan etis adalah: hidup.

Berani?

***

Kalau kamu berani, seperti saya, mungkin saatnya kamu membantu saya untuk mati secara etis dengan mempertahankan sebuah kesakitan nikmat bernama menulis. Traktir saya kopi dengan menekan tombol dibawah ini atau dengan kirim gopay ke saya… Smooth kan? I should’ve have tinder. Hehehe.