Dia memandang langit mendung dan kerinduan merundung
pada apa-apa di kegelapan, ketika waktu jadi lautan
ia terbawa jauh ke tengah, gelegak air asin masuk ke dada
tenggelam hingga pasrah, lalu mengambang tak berdaya
Bintang itu adalah rumahnya,
sebuah pulau di angkasa raya
di sana, ia lihat bapaknya, bercahaya,
tak tergapai, sinar yang sampai
sudah lama selesai
Suara adzan menggema semesta
menyambut kefanaan,
tak pernah habis
shalat tak pernah didirikan
Muazin terus bersenandung
Kidung sapaan Tuhan
hantu berjalan terbalik
likur garis angkasa
kasar mengabur
mengubur
buram
ramal
malam
Musafir yang selalu berikhtiar
adalah kafir bagi mereka
yang memuja dan melupa
bahwa hidup yang sementara
tak hanya untuk berdoa
tapi juga untuk bekerja
dan bersukaria